Rabu, 09 Desember 2015

Logika atau Perasaan?


Kata orang waktu adalah penyembuh luka yang paling ampuh. Sesakit apapun luka itu, waktu akan menghapusnya. Entah dengan kebahagiaan atau dengan luka lain.

Tapi, waktu tidak akan dapat melakukan apa-apa, kala logika berkata,
"Jangan lupakan",
"Jangan Maafkan",
"Simpan itu, jangan pernah menghapusnya dari memori mu! Jangan pernah memaafkan! Ingat seberapa sakit rasanya",
"Kau akan menghapusnya semudah itu? tidak ingatkah betapa perihnya rasa sakit didadamu?",
"Kau berhak membencinya, dia bukan manusia! dia tidak punya hati! Kau harus membencinya. Harus!"

Walaupun hati berkata,
"Lupakanlah, waktumu terus berjalan, dan hidupmu harus berlanjut."
"Relakanlah. Biarlah itu menjadi bagian di dalam memorimu. Menjadi kenangan untukmu dimasa depan."
"Kau hanya akan menyakiti dirimu jika terus mengingatnya. Hapuslah. Biarlah hal itu pergi, bersama waktu yang terus berlalu, bersama kehidupan yang terus berlanjut."
"Hapuslah rasa sakit itu. Gantilah dengan kebahagian. Banyak hal yang dapat membuatmu bahagia di dunia ini.”
“Kamu berhak bahagia, kamu berhak tersenyum, dan kamu berhak untuk mengahapus segala rasa sakit itu.”

Lalu, kebanyakan manusia memilih logikanya, menganggap bahwa logika selalu tepat dan tak pernah salah. Tanpa mendengarkan kata hatinya.
Akhirnya, hidup dalam ketakutan, hidup dalam bayang masa lalu, hidup dalam rasa sakit yang tak terperi dan memilih untuk menumbuhkan rasa dendamnya. Selalu merasa hidupnya tidak pernah bahagia. Dan selalu merasa sendiri, tanpa ada yang mengerti.

Ya. Tanpa dipungkiri aku atau kamu pernah merasakan ini.

Manusiawi… itulah yang menjadi alasan utama.

Tapi, haruskah hidup seperti itu selamanya?

Biarlah aku juga kamu menentukan haruskah logika atau perasaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Eh, Mau kemana? Kasih komentar dulu dong, mumpung gratis~ Tenang pasti di komen balik kok.